Recent Videos

Bambarano, Sejarah dan Wisata ALternatif

Sejarah

Pantai Bambarano atau kadang disebut Bambaho yang dalam bahasa Dampelas dapat diartikan "bamba" adalah bawah/ujung , sedangkan "rano/hano" adalah danau. Sehingga dapat dimaknai bahwa Bambarano adalah "ujung danau" hal ini karena di Pantai Bambarano terdapat aliran sungai yang berasal dari Danau Talaga. Sejarah pantai bambahano tidak dapat terpisahkan dari danau Talaga, menurut legenda setempat bahwa dahulunya antra laut dan danau  tak terpisah, dalam legenda tersebut disebutkan bahwa terjadi pertarungan sengit antara Mahadia Dampelas (Raja suku Dampelas) dan Sawerigading dan dalam pertarungan tanpa henti tersebut akhirnya mereka sepakat berdamai yang pada saat itu Sawerigading menepukkan tangannya pada air laut, sehingga memisahkan dua perairan yang diantarai oleh gunung. digunung yang terbentuk inilah adanya pantai Bambarano dan bahkan diyakini sampai saat ini terdapat bekas kaki Sawerigading dbeberapa lokasi termasuk disekitar pantai Bambarano.

Indahnya Pantai Bambarano
Pantai Bambarano terletak di Desa Sabang Kec. Dampelas, Kab. Donggala yang berjarak 147 Km dari kota Palu.

Keindahan Pantai Bambarano terletak pada pasirnya yang putih, airnya jernih serta adanya dua buah karang yang menjorok menambah eksotisme pantai Bambarano. Bagi anda yang ingin mandi di pantai, maka anda tak perlu khawatir jia mencuci badan dengan air bersih, karena dipantai bambarano terdapat sungai kecil yang airnya yang berasal dari danau Talaga
.Bambahano, Sejarah dan Wisata ALternatif
 sumber instagram @Moh_ardi


Selain itu akses masuk kepantai tidaklah sulit, karena dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Namun sayang keindahan Pantai Bambahano belum dimaksimalkan potensi pariwisatanya oleh pemerintah, hal ini terlihat dari minimya promosi. Keindahan ini justru hanya terdengar  dari mulut ke mulut oleh karena itu pantai ini masih sepi dari wisatawan non lokal.


Suku Dampelas, Sulawesi Tengah

dampelas, talaga
http://linopadeihina.blogspot.com/


Suku Dampelas (Dampeles), adalah suatu masyarakat suku yang berada di kecamatan Dampeles Sojo kabupaten Buol dan kabupaten Toli-Toli di provinsi Sulawesi Tengah. Populasi suku Dampelas pada sensus terakhir adalah sebesar 13.000 orang.

Suku Dampelas terkenal karena memiliki benda-benda pusaka yang sakti dan berkhasiat untuk menghadapi musuh. Menurut mereka, biasanya orang yang memakai benda-benda pusaka itu akan menjadi kebal dan tidak mempan terhadap guna-guna dan ilmu hitam lainnya.

Masyarakat suku Dampelas sebagian besar memeluk agama Islam. Agama Islam tumbuh dengan baik di kalangan masyarakat suku Dampelas ini. Tapi di luar itu banyak dari mereka yang masih percaya dengan hal-hal yang berbau animisme, seperti mempercayai makhluk-makhluk gaib dan tempat-tempat keramat yang dianggap bisa mempengaruhi kehidupan mereka.

Dalam masyarakat suku Dampelas terdapat beberapa upacara adat, yaitu:

  • Mogupas, adalah suatu tradisi upacara kematian yang merupakan kombinasi antara adat tradisional dengan agama yang mereka anut, yaitu upacara adat sebagai penghormatan terakhir bagi orang yang meninggal.
  • Moguto Bwuiyano dan Mobuso, upacara adat untuk mengusir wabah dan penyakit kronis.
  • Monilam dan Malead, dua upacara adat ini digabungkan dan untuk meratakan gigi remaja putri.
  • Moduai, dan
  • Upacara adat menyambut tamu.


Masyarakat suku Dampelas hidup dalam berbagai bidang kegiatan, seperti bertani, tapi masih menggunakan cara-cara lama, yaitu dengan cara berpindah-pindah lahan pertanian. Selain itu mereka memanfaatkan hutan untuk mengumpulkan hasil hutan, seperti mengumpul hasil rotan, damar dan kayu, dan juga melakukan perburuan terhadap binatang-binatang liar yang mereka temui di dalam hutan. Mereka ahli meramu berbagai jenis obat-obatan tradisional serta trampil dalam membuat beberapa jenis kerajinan, seperti kain tenun sutra dan bonja lipuku dan kerajinan cengkeh khas Toli-Toli. Di sekitar perkampungan, mereka memiliki kebun yang ditanami kopra dan cengkeh.

Sumber :
http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-dampeles-sulawesi.html

Berwisata ke Bambahano Singgah di Danau Dampelas

Berwisata ke Bambahano Singgah di Danau DampelasAktivitas masyarakat di Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, hari ketiga pascalebaran Idul Fitri 1431 Hijriah, Minggu pagi, sudah berdenyut lagi setelah dua hari sebelumnya sibuk bersilaturahmi.
Ada yang masih melanjutkan kunjungan silaturahmi dalam momen lebaran Idul Fitri, ada pula yang sibuk mempersiapkan diri bertamasya bersama keluarga, teman, dan kekasih.
Hari itu muda-mudi, tidak sedikit pula yang sudah berkeluarga dan anak-anak tumpah-ruah di pusat-pusat wisata. Mereka melepas lelah setelah sebulan lamanya berpuasa.
Di Kecamatan Dampelas banyak pilihan tempat bertamasya. Ada Danau Dampelas dan Bayabi di Desa Talaga, Pantai Majang di Desa Rerang, Ogo Dampelas, tanjung Dampelas dan Bambahano di Desa Sabang. Masing-masing lokasi wisata itu menawarkan pesona alam yang berbeda satu sama lainnya.
Batu cadas yang di atasnya ditumbuhi pepohonan keras, pasir putih mengkilap, ombak bergulung, tiupan angin, artefak tapak kaki, karang bawah laut, pohon rindang nan tawaran kuliner tradisional dapat dijumpai di Bambahano, 150 kilometer arah pantai barat Kota Palu.
“Di sini cocok olahraga air seperti ski terutama saat teduh. Bagus juga untuk bola pantai karena pasirnya halus dan bersih,” kata Kiki, warga setempat.
Bambahano adalah dua suku kata dari bahasa Dampelas. “Bamba” artinya muara. “Hano” artinya danau. Bambahano berarti muara danau.
Saat air laut surut, air danau Dampelas ikut mengalir ke laut. Itulah sebabnya masyarakat Sabang menyebutnya sebagai muara danau. Jarak pantai dan danau kurang dari satu kilometer diantarai hutan dan semak belukar.
Dalam hutan itu terdapat ekosistem flora dan fauna seperti burung belibis dan tanaman pemakan serangga sehingga dapat dijadikan ekowisata untuk kepentingan penelitian. Keunikan itulah salah satu alasan orang berkunjung ke Bambahano. Selain menyebur ke laut, juga bisa membilas badan dengan air danau. Jika air pasang, rasa air di sana payau.
Lokasi wisata ini bentuknya seperti tanjung. Posisinya di tepi pantai. Sekitar 40 meter dari darat, terdapat dua gumpalan batu besar menyerupai pulau kecil. Di atasnya ditumbuhi pepohonan keras tahan air asin. Menyeberang ke batu itu bisa dengan berjalan kaki jika air dalam posisi surut. Banyak pengunjung berpose dengan latar tebing batu cadas.
“Kalau air pasang, kelihatan dua batu itu seperti pulau kecil tidak berpenghuni,” kata Kiki.
Menurut Kiki, karang bawah laut di sekitarnya sebagian masih terawat. Sejak akhir tahun 1980-an, pemerintah desa di Sabang sudah melarang mengambil batu karang di sekitarnya. Meski masih ada aktivitas pengambilan karang untuk material pembangunan rumah tapi jauh dari lokasi itu.
Wisata Bambahano itu pertama kali dibuka oleh Pengurus Karang Taruna Desa Sabang sekitar tujuh tahun lalu. Sekelompok generasi muda yang tergabung dalam Karang Taruna membuka semak-semak di sana. Pohon-pohon kecil mereka tebang. Pohon besar nan rindang disisakan untuk tempak berteduh.
“Jadilah dia seperti sekarang ramai dikunjungi orang terutama musim lebaran,” kata Kiki. “Beberapa tahun lalu saya lihat ada orang bule datang ke sini untuk sebuah penelitian,” katanya.
Dua tahun setelah dibukanya lokasi itu, pemerintah Kabupaten Donggala, di bawah kepemimpinan Bupati Adam Ardjad Lamarauna mengaspal jalan menuju lokasi itu. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari jalan trans Sulawesi. Kini Kendaraan roda dua dan empat bisa didaratkan langsung ke bibir pantai Bambahano.
Jarak tempuh dari Kota Palu ke Bambahano kurang lebih 150 kilometer arah pantai barat. Biasanya ditempuh tiga jam paling lama dengan kecepatan rata-rata 50 kilometer per jam.
Belakangan ini jalan di jalur pantai barat Donggala tembus ke Kabupaten Tolitoli sudah mulus. Lebar jalannya rata-rata enam meter. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi memperkirakan tahun 2010 ini seluruh proyek jalan dan jembatan di wilayah ini akan tuntas.
Menuju Bambahano bisa dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi. Menggunakan kendaraan pribadi bisa berangkat dari Palu kapan pun. Pagi-pagi lebih baik sehingga bisa tiba di Bambahano pagi pula. Sore bisa kembali lagi setelah seharian bercengkrama dengan keindahan alam di sana. Bagi yang ingin bermalam, di sana ada tempat beristirahat meski belum representatif. Tetapi ada pilihan penginapan di Desa Sabang.
Sebelum masuk ke Bambahano, Anda lebih dulu bertemu dengan Danau Dampelas atau danau Talaga yang teduh di bawah kaki gunung Sitangke sebagai zona penyangga danau itu. Di sana pengunjung bisa melepaskan lelah sesaat di pinggir jalan dekat danau. Jika membawa kail, bisa menumpang mancing ikan tawar, setelah itu melanjutkan perjalanan. Tidak lebih dari 20 menit sampai ke Bambahano. Sekali jalan, Anda bisa menikmati dua pesona alam yang unik, danau Dampelas dan pesona laut Bambahano.
Keunikan Mitologi
Menurut Budayawan Hapri Ika Poigi, keberadaan Bambahano tidak terlepas dari mitologi Sawerigading dan Nahadiya Dampelas. Awalnya danau dan laut di teluk itu menyatu, tetapi karena perseteruan Sawerigading dan Nahadiyah Dampelas, sehingga teluk itu tertutup dan terbentuklah danau Dampelas.
“Makanya di Bambahano itu ada artefak kaki yang besar di atas batu,” kata magister Fakultas Budaya Universitas Gadjah Mada itu.
Jika air laut surut artefak kaki–warga di Dampelas menyebutnya kaki Sawerigading– dapat dilihat jelas. Tapak kaki itu menempel di atas batu lengkap dengan lima jarinya.
Dampelas kata Hapri adalah salah satu suku bangsa yang berdiri sendiri. Memiliki ciri tersendiri sebagai suku bangsa seperti bahasa, budaya dan adat istiadat.
“Dampelas itu bukan sub etnis atau bagian dari etnis tertentu tetapi Dampelas adalah sebuah suku bangsa yang keberadaannya tidak terlepas dari mitologi Nahadiya Dampelas,” kata Hapri.
Di Dampelas terdapat beberapa lokasi wisata yang bisa dijadikan destinasi pariwisata diantaranya adalah danau Dampelas dan Bambahano. Dua tempat ini memiliki daya tarik yang dapat membentuk sistem yang sinergi dalam menciptakan dan memotivasi kunjungan wisatawan.
Menurut Hapri, danau Dampelas dan Bambahano dapat dikembangkan sebagai objek wisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Selain pesona alam di sana juga terdapat ekowisata untuk kepentingan penelitian.
“Tempat ini sebetulnya unik karena hanya di sana ada danau yang bersebelahan dengan laut ditambah lagi ekosistem flora dan faunanya. Apalagi ditambah dengan budaya lokal masyarakat Dampelas, lengkap sekali untuk destinasi pariwisata,” kata Hapri.
Dosen pada Universitas Tadulako ini mengatakan, pemerintah daerah tampaknya belum fokus mengembangkan daerah tersebut sebagai potensi wisata yang memiliki keunggulan.
Pemerintah kata Hapri mestinya sudah bisa melakukan gebrakan iven untuk memperkenalkan wisata danau Dampelas dan Bambahano salah satunya melalui festival danau Dampelas. “Tapi kan itu belum terlaksana,” katanya.(antara)
(Sumber Artikel : https://adhanet.wordpress.com/)

Indahnya Danau Talaga dari Atas Gunung

Video indahnya danau talaga dari puncak bukit Siamayas




Indahnya Danau Talaga

Danau Talaga atau Danau Dampelas adalah sebuah danau yang berlokasi di kawasan pantai barat Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia, tepatnya di bawah kaki gunung Sitangke, Desa Talaga, Kecamatan Damsol, sekitar 145 kilometer sebelah utara Kota Palu.
Indahnya Danau Talaga

Danau Dampelas biasa pula disebut Danau Talaga sesuai nama desa sekitar danau, namun umum disebut Dampelas sesuai bahasa dan etnis terbesar di wilayah tersebut. Pemanfaatannya sebagai sumber air untuk kebutuhan mandi dan mencuci bagi penduduk di sekitarnya. Di tepinya banyak tumbuh pohon sagu yang sengaja ditanam penduduk setempat sejak lama sebagai salah satu sumber pangan. Di dalam danau terdapat jenis ikan mujair, ikan lele, ikan mas dan terdapat salah satu jenis kerang (tude) yang menjadi sumber perikanan air tawar bagi penduduk setempat. Danau ini termasuk unik karena muaranya merupakan pertemuan dengan air laut perairan Selat Makassar.

Setiap tahun di area danau dilaksanakan Festival Danau Dampelas sebagai kegiatan pariwisata budaya. Hal yang unik saat air laut surut yaitu air danau Dampelas ikut mengalir ke laut. Itulah sebabnya masyarakat setempat menyebutnya sebagai muara danau. Hal inipula yang menyebabkan ekosistem danau ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan danau lainnya.

(disarikan dari : paluget.com)

Danau Talaga/Dampelas

Danau Dampelas (nama lain: Danau Talaga) adalah sebuah danau (danau dalam bahasa dampelas adalah: Hano) yang berlokasi di kawasan pantai barat Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia, tepatnya di bawah kaki gunung Sitangke, desa Talaga, kecamatan Dampelas, sekitar 145 kilometer sebelah utara kota Palu.

Danau Dampelas biasa pula disebut Danau Talaga sesuai nama desa sekitar danau, namun secara umum disebut Dampelas sesuai bahasa dan etnis terbesar di wilayah tersebut. Pemanfaatannya sebagai sumber air untuk kebutuhan mandi dan mencuci bagi penduduk di sekitarnya. Di tepinya banyak tumbuh pohon sagu yang sengaja ditanam penduduk setempat sejak lama sebagai salah satu sumber pangan. Di dalam danau terdapat jenis ikan mujair (bau kandia), ikan lele, ikan mas (bau bulaan) dan terdapat salah satu jenis kerang (tude) menjadi sumber perikanan air tawar bagi penduduk setempat. Danau ini termasuk unik karena muaranya merupakan pertemuan dengan air laut perairan Selat Makassar. Setiap tahun di area danau dilaksanakan Festival Danau Dampelas sebagai kegiatan pariwisata budaya.
Hal yang unik saat air laut surut, air danau Dampelas ikut mengalir ke laut. Itulah sebabnya masyarakat setempat menyebutnya sebagai muara danau (bamba hano). Hal inipula yang menyebabkan ekosistem danau ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan danau lainnya
Disekitar danau dapat ditemukan sebuah situs perkampungan suku dampelas dahulu yang oleh pemerintah distrik banawa utara dipindahkan di Desa Talaga Saat ini. disekitar perkampungan suku dampelas dahulu (sebelum dipindahkan) ditemukan beberapa meriam kuno buatan Portugis dari jenis yang paling besar hingga yang paling kecil, selain meriam juga ditemukan mata uang kuno, tembikar, mangkuk cina, dan peralatan makan dan minum yang terbuat dari perunggu. Dari beberapa mata uang yang ditemukan diantaranya ada mata uang dengan menggunakan huruf palawa.
Danau Dampelas memiliki mitos yang tidak terlepas dari legenda sawerigading, sangat erat kaitannya dengan mitologi Mahadia Dampelas yang menjadi cerita turun temurun oleh suku Dampelas , yang oleh Jamrin Abubakar seorang wartawan di Donggala telah menuliskannya dalam sebuah legenda dengan judul; Legenda Danau Dampelas.

Seorang pekerja seni teater Irwan Pangeran pernah mementaskan mitologi mahadia dampelas dalam sebuah pertunjukan teater "Mahadia Dampelas" di auditorium RRI Palu-Sulawesi Tengah
(Sumber : https://id.wikipedia.org)

66.000 Ekor Ikan Mas Ditebar ke Danau Talaga

66.000 Ekor Ikan Mas Ditebar ke Danau Talaga
TALAGA - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menebar 66.000 ekor benih ikan mas di Danau Talaga, Kabupaten Donggala, sebagai upaya meningkatkan populasi ikan untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar danau.

Penebaran benih atau restoking yang dibiayai Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng ini merupakan yang kedua kalinya sepanjang 2015 setelah sebelumnya diintroduksi 40.000 ekor ikan nila dan 40.000 ikan mas.
Sementara Pemerintah Kabupaten Donggala juga akan membagikan 1.000-an ekor atau 100 kg bibit ikan sidat (sugili) untuk dibudidayakan nelayan Talaga dengan sistem keramba.
Kepala Desa Talaga Aswan menyampaikan terima kasih kepada gubernur dan Kepala Dinas KP Sulteng yang setiap tahun menebar benih ikan mas, nila dan mujair sehingga stok ikan tetap memadai untuk menjadi sumber penghidupan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari ikan di danau seluas 355 hektare ini.
Menurut Aswan, sekitar 30 persen dari 670 KK penduduk Desa Talaga menggantungkan kehidupannya dari menangkap ikan di danau. Kepala Seksi Sumber Daya Ikan DKP Sulteng Agung mengemukakan, restoking ikan di Danau Talaga dilakukan sebagai upaya mengatasi krisis sumber daya ikan agar bisa dipanen untuk dikonsumsi rakyat serta mempertahankan keanekaragaman hayati.
Jenis-jenis ikan yang hidup di danau ini adalah nila, mas, mujair, gabus dan sidat, sedangkan alat tangkap yang digunakan nelayan adalah pukat dan pancing.
Kadis KP Sulteng Hasanuddin Atjo mengatakan pihaknya setiap tahun menebar sedikitnya 200 ribu ekor benih ikan di danau ini, namun ke depan, pengembangan perikanan di Danau Talaga akan dilakukan dengan pengembangan sistem budidaya karena akan lebih produktif dan memberi nilai tambah bagi warga. "Kalau sistem budidaya dikembangkan, maka nelayan bisa mengatur siklus tebar dan panen, target produksi dan nilai tambah sehingga lebih tinggi nilai tambah yang akan dinikmati," ujarnya.
Sedangkan Gubernur Longki Djanggola meminta warga menjaga kelestarian ikan di danau antara lain dengan tidak menangkap ikan ukuran kecil, tidak menangkap dengan bahan kimia, racun atau listrik. Ia juga minta warga serta menetapkan suatu masa tertentu untuk tidak melakukan penangkapan sama sekali guna memberi kesempatan agar ikan bertumbuh lebih besar.
(Sumber : http://news.okezone.com/)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Indahnya Desa Talaga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger